Turis

Namanya Fendik van Houtten dari Belanda. Dulu nenek moyangnya dari Pengampon. Meski diangkat anak oleh orang Belanda, Fendik fasih berbahasa Surabaya-an. "Cak, aku antarkan cari oleh-oleh. Yang ada tulisannya Surabaya atau kota lainnya supaya kelihatan asli dari Indonesia," kata Fendik.

Cak Sur mengajak Fendik ke kaos Sawoong yang bergambar kota lama. Tapi Fendik tidak mau karena melihat harganya. "Yang kuberi oleh-oleh orang sekampungku, kalo beli kaos bisa bangkrut aku," kata Fendik.

Dalam hati Cak Sur, repot menemani turis yang tidak punya uang. Diajak beli panci asli Candi, Sidoarjo, tidak mau. Ke Pasar Genteng juga tidak mau. "Petis? Nanti dikira kotoran ayam," kata Fendik.

Pusing, Cak Sur masuk ke Alfamart. "Sudah, ini produksi Indonesia semua."

Cak Sur mengambil kacang kulit. Ada tulisannya Pati. Kopi tulisannya Sidoarjo. Kripik ketela bikinan Krian. Temulawak produksi Solo. Semua masuk keranjang. Fendik sangat senang. "Ya ini oleh-oleh asli Indonesia. Apalagi murah," Fendik memborong kacang atom se-troli, permen asem se-dus. Semua yang ada tulisannya kota dibororng.

Begitu akan pulang, waktu melewati toko bangunan. Fendik berdesik melihat bata bertumpuk-tumpuk. Untungnya tidak diambil karena tidak ada stempel kota. Waktu melihat bungkusan tulisannya Gresik, Fendik langsung pesen 10. Cak Sur kaget. "Orang gila mungkin," Dalam batin Cak Sur.

"Ndik, itu semen Gresik. Kamu mau bawa 10 sak? Pesawatmu bisa jebol!" kata Cak Sur.
Prev Next Home